Air – Sing Sang Sung

Sahabat terbaik gw ngasi lagu ini…

Lagunya catchy, liriknya menarik, dan videonya unik. Enjoy

Lirik:

You are such a workaholic boy
That you kill everybody’s joy
Fill your head with some time to lose
With some time to lose
Sing sang sung sing me a song
Do did done don’t be so down
Ring rang rung give me a ring
Please please please don’t be so long
What are we doing here my friend ?
Take a breath push your pain away
Nothing lasts it’s better that way
It’s better that way
Sing sang sung sing me a song
Do did done don’t be so down
Ring rang rung give me a ring
Please please please don’t be so long
Sing sang sung sing me a song
Do did done don’t be so down
Ring rang rung give me a ring
Please please please don’t be so long

Categories: musics & movies

Anya Marina – Vertigo

Lagu ini menyenangkan n naikin mood bgt

Lirik:

The song you sing is
Sentimental

The song you sing is
Making me well

I like it like it
Outta control

The song you sing
Gives me vertigo

Oh oh I was
Singing to myself

Whoa whoa
Pretending you were there

Whoa
Whoa lose my eyes and it begins

Whoa you’re giving me the
Spins

This medicine’s
Experimental

This medicine it’s
Making me well

I like it like it
Outta control

This medicine gives
Me vertigo…

Oh oh I was singing
To myself

Whoa whoa pretending
You were there

Whoa whoa lose my
Eyes and it begins

Whoa you’re
Giving me the spins

Chorus

Everyone I see
They stop and stare

Everyone I
Meet but I don’t care

Everything
I knew is dying dead

Everything I
Feared was in my head

This
Medicine’s experimental

This
Medicine it’s making me well

I
Like it like it outta
Control

This medicine gives me
Vertigo

Oh oh vertigo

Oh oh (I
Was singing to myself)

Oh oh oh
Vertigo

Oh oh oh (I was singing
To myself)

Oh oh oh oh (I was
Singing to myself)

Oh oh oh oh

 

 

Categories: musics & movies

Pilihan

Jakarta Banjir lagi…Rumah gw Alhamdulillah ga kmasukan banjir, tapi air banjir ada di kompleks..

Keluar pagar langsung kena genangan..Alhamdulillah juga ga mati lampu, bahan makanan masih ada, plus air bersih tersedia..

Gw masih bisa baca, kerja, n nonton.

Tapi ga sreg banget..

Karena 2 hal:

1) gw ga bisa ke mana-mana

2)bukannya gw mau ke mana-mana, tapi gw pengen punya opsi ke mana-mana…

Kalau dipikir-pikir. kesenangan manusia terkait banget sama poin no 2, paling gak gw lah

Gw suka banget mendem di kamar n sebenernya ga gitu suka keluar rumah, tapi ketika opsi itu ditarik dari gw, baru deh kerasa ga enak..

Manusia butuh pilihan dan kebebasan untuk memilih agar dia merasa puas..

Jadi, biarpun kita ngelakuin sesuatu yang kita suka, tapi dilatarbelakangi keterbatasan, kepuasannya akan berbeda dengan jika kita mengambil keputusan itu dengan kebebasan..

Terus?

Ya, menurut gw, in order to find satisfaction, penting bwt membuka berbagai kesempatan..baru deh dipilih..tentu saja itu kalau ga dibatasin sama kondisi, alam misalnya.. 🙂

Categories: thoughts Tags:

Menyambut Ramadhan

August 1, 2011 Leave a comment

Ramadhan sudah datang, aku menjadi teringat dengan sebuah doa sesudah sholat.

“Aku wasiatkan padamu wahai Mu’adz. Janganlah engkau tinggalkan untuk berdo’a setiap akhir shalat : Allahumma a’inni ‘ala dzikrika wa syukrika wa husni ‘ibadatik.  (HR. Abu Daud)

Artinya doa itu adalah Ya Allah, tolonglah aku untuk berdzikir pada-Mu, bersyukur pada-Mu, dan memperbagus ibadah pada-Mu. Sungguh doa yang sangat indah.

Semoga Ramadhan ini juga membuat kita semua, umat Muslim agar lebih sering teringat dalam setiap hal yang kita kerjakan atau akan kita kerjakan. Bila baik, jadikanlah itu baik sempurna karena Allah. Bila buruk, jadikanlah Allah sebagai pencegahnya.

Semoga Ramadhan ini juga membuat kita semakin bersyukur dengan apa-apa yang kita punya kepada Allah. Bersyukur itu berpahala, menimbulkan ketenangan hati, menambah rezeki, dan lainnya lagi. Bersyukur artinya tidak hanya berterimakasih, tapi juga merasa berkecukupan dan karenanya tidak merasa ragu berbagi, pikiran, tenaga, dan harta. Bersyukur itu artinya mengurangi protes berlebihan kita terhadap kondisi dan mulai menyingsingkan lengan kita untuk membuat perubahan. Semuanya demi ridhaNya.

Semoga Ramadhan ini membuat kita semakin baik beribadah padaNya. Tidak hanya ibadah ritual, sholat sunnah, membaca Al-Qur’an. tetapi juga ibadah sosial. Menghilangkan kesombongan, kepongahan, dan kekerashatian kita. Menguatkan niat dan memperbanyak tindakan baik. Berusaha lebih khusyuk berbuat, menghilangkan riya/pamer, dan berserah lebih banyak sembari menguatkan ikhtiar.

Terakhir, semoga apa yang kita cita-citakan dan akan lakukan sepanjang bulan Ramadhan ini berlangsung seumur hidup kita. Tidak hanya bulan ini.

Aamiin Ya Allah.

Categories: Life

Galeri Foto

August 1, 2011 1 comment

Ini ada beberapa hasil jepretan favoritku selama aku di Belang-Belang, ada yang menggunakan HP dan ada yang menggunakan kamera Canon Ixus. I’m not a professional at all, jadi mohon maklum kalau beberapa fotonya tidak menarik. Di bawah gambarnya ada cerita pendek yang melatarbelakangi gambar tersebut.

Kelas 4 menjadi asisten pengajar untuk kelas 1 :D. Di SD kami, beberapa kali aku harus mengajar sendirian di sekolah. Aku meminta tolong kepada anak kelas 4 yang kelasnya siang untuk masuk pagi (lalu ketika kelas 4 tukar shift dengan kelas 6, kelas 6 yang melakukannya), untuk menjadi asisten anak-anak kelas 1. Mengajar menyanyi, membaca, dan berhitung.

 

 

“Pak, torang bisa terbang!”

“Geng” balita yang sering menyusup ke sekolah. Orang tuanya pergi berkebun dan mereka jadi sering main ke sekolah.

Kerja bakti kok pakai baju sekolah? Soalnya kerja bakti ini dadakan. Karena pintu kelas rusak, biasanya pintu diganjal dengan kursi. Suatu hari, anak yang biasa bertugas melakukan itu, lupa melakukannya. Paginya, kelas kami bau pesing. Yup, ada anjing hutan yang buang air kecil di sana. Jadilah kerja bakti dadakan ini:D.

 

 Menonton bola SD Inpres Belang-Belang vs Indomut

 

Untuk pelajaran kesenian, aku meminta anak-anakku untuk menyanyikan lagu Indonesia Raya, 1 lag wajib, dan 1 lagu daerah. Gambar di atas adalah gambar Sri, Febri, dan Wati (kiri ke kanan). Bukan, bukan saat menyanyikan lagu Indonesia Raya, tetapi saat menyanyikan lagu Mengheningkan Cipta. 😀

 

Replika Gitar

 

Sandi, kreator pahatan gitar. Masih kelas 4, sekarang kelas 5.

 

Kalau hujan, enaknya main bola. Padahal sudah dibilang nanti sakit. Ketika aku ikut bermain dengan mereka, mereka bilang, “Pak, nanti Pak sakit.” Loh?

 

Suatu Senja

 

Kerja Kelompok

 

Mina

 

Menjemput Senja Bersama

 

 

 


Berenang

August 1, 2011 Leave a comment

Sudah menjelang sore, aku duduk melihat anak-anakku bermain di dermaga. Asyik sekali.

“Pak, foto kita!”,kata Risdal, murid kelas limaku.

Byur! Dia melompat ke laut. Bergabung dengan teman-temannya. Sayangnya aku sedang tidak membawa kamera.

Aku tidak bisa menyembunyikan perasaan iriku. Hehe. Maklum, aku tidak bisa berenang.

Kalau diingat penyebabnya, sebenarnya memang salahku sendiri. 2 tahun lalu, aku hampir kehilangan nyawaku karena iseng-iseng bermain air terjun di Loksado, Kalimantan Selatan. Ketika itu, penduduk desa yang bertindak sebagai guide kami (aku ke Loksado dengan beberapa temanku) yang bernama Fadlan menyelamatkan nyawaku. Tenggelam itu menakutkan.

Fahrul, anak kelas 6, baru selesai berenang. Dia bertanya padaku,”Pak Hendra taraikut mandi air asin?”

Aku sedikit kaget. Aku sudah pernah bilang ke anak-anakku kalau aku tidak bisa berenang.

“Pak taratau batobo kong,” jawabku.

“Pak, kita kasih ajar nanti,”jawabnya sambil nyengir lebar.

“Tapi yang kasih ajar harus banyak,” jawabku.

Entah sejak kapan, anak-anak yang lain sudah di sekelilingku dan mengiyakan itu.

Rasanya gengsi sih, tapi anak-anakku berani. I’m proud.

 

Categories: Life, Smile :)

Bola Bola Bola

Indonesia vs Turkmenistan. Pertandingan yang akan menentukan langkah Indonesia untuk lolos ke babak grup kualifikasi Piala Dunia 2014 di Brasil. Nama-nama tenar seperti Christian Gonzalez, Boaz, Ahmad Bustomi, Firman Utina, dan lain-lain menghiasi tim yang dulu disebut Macan Asia. Pertandingan sendiri berjalan seru dan mendebarkan. Sempat unggul 4-1, skor akhir adalah 4-3. Aku menonton bersama beberapa warga di rumah papa piaraku, Pak Mus. Berikut beberapa fotonya :

fase 1 tenang

fase 2 gooool

fase 3 gemas cemas

Ketika melihat cemas – gemas – greget yang ditunjukkan warga desa dan beberapa anak muridku, memoriku melayang kepada bulan Februari 2011 dan bulan Juni 2011. DI kedua waktu itu, terdapat pertandingan bola antara dua SD, SD Inpres Belang-Belang vs SD Negeri Indomut, SD kampung sebelah. Dukungan yang riuh kepada tim yang bertanding. Apalagi sebelum bertanding, kedua tim menyanyikan lagu Indonesia Raya dengan penuh kebanggaan. Yang namanya main sepak bola, ada sedikit percekcokan antara kedua belah pihak. Pada pertandingan bola bulan Februari 2011, Tim Bola Belang-Belang menang 2-0. Pencetak golnya adalah Saidi Taher, anak kelas 4 (sekarang kelas 5) dan Zulfikar Hamid, kelas 6 (sekarang SMP). Tim kami menang ketika itu, namun cercaan datang karena tim kami dianggap menang fisik. Maklum, usia pemain tim Belang-Belang memang lebih matang kok.

Indomut mendapat kesempatan untuk “balas dendam” pada Juni 2011. Kedua SD baru saja menyelesaikan UASBN. Aku memutuskan untuk mengistirahatkan kelas 6 ku. Kali ini giliran anak kelas 3 ke kelas 5 yang usianya lebih normal. What can i say? Tim kami menang 1-0, lagi-lagi oleh gol Saidi. 5 menit terakhir, aku menurunkan Ago (Zulfikar). Perpisahan untuk kapten tim. Pemain lain tidak mau main. Kedua tim bersalaman. Tim kami menang dengan sah. Menebus keraguan sebelumnya. Persis seperti yang aku percaya yang akan dilakukan timnas Indonesia sekarang. Biar sempat lengah sehingga kebobolan 2 gol di saat sudah unggul telak, bukan berarti kita harus kehilangan harapan pada mereka. Let them pay it. Mereka bisa. Seperti anak-anakku. Membayar keraguan tidak perlu dengan kata-kata.

By the way, tidak hanya untuk pertandingan timnas yang disiarkan televisi, lagu Indonesia Raya dikumandangkan dengan khidmat. Here too. (sayang karena aku ikut menyanyikan lagu Indonesia Raya, jadi tidak ada fotonya)

berangkatnya pakai ketinting

atas kiri ke kanan : asrul, ridwan, didi, fahrul, rahim, risdal

bawah kiri ke kanan : dino, rusdi, ardian, aldi, faisal

penonton yang antusias

penonton cemas – gemas

GOOOOOOOOOL!!!

Saidi, si pencetak gol

Sehabis pertandingan, mesti salaman dulu

pulangnya jalan kaki deh

eaaah

berubah dulu jadi power ranger – difotoin anak muridku, Rusdi kelas 4

Categories: Indonesia Mengajar, Life

Tidak Semudah Itu (2)

Anak-anakku masih saja ada yang tidak lanjut. Selain Hirma, mereka adalah Rusdi, rangking 3. Cerdas. Berhitungnya cepat, hafalannya kuat. Memang agak sedikit suka melawan. Tapi itu mungkin karena semua orang menolak mengerti dirinya. Rugaya, semangat sekolahnya luar biasa. Cita-citanya jadi artis. Ratna, pendiam, tapi dia selalu tahu cara menjaga perasaan teman-temannya. Dia jarang sekolah, tapi itu karena dia mesti membersihkan rumah, memasak, dan menjaga adiknya. Sarmila, paling rajin mungkin. Bahkan walaupun ia tidak diberi kesempatan ayahnya untuk lanjut, ia masih sering ke sekolah. Nilai-nilainya semester 2 sangat membaik. Rajin itu berbuah kepandaian. Arfandi. Eksentrik, diam, selalu menggambar. Tidak cemerlang di mata pelajaran matematika dan ipa, tapi dialah rajanya kreativitas. Menggambar, membuat topeng, memahat. Itulah dirinya. Terakhir adalah Andi, saudara Ratna. Pahe kalau kata orang-orang desa (pahe artinya pengganggu). Ada yang bilang dia bodoh dan suka melawan. Tidak. Dia adalah anak yang paling antusias kalau disuruh membaca puisi atau berpidato. Deklamasi puisinya lantang, penuh nada, dan terkadang disertai gerakan yang eksplosif. Mereka harusnya lanjut. Mereka HARUS LANJUT. Bukan karena SMP itu pasti solusi, tapi karena sekolah itu membuka peluang. Bisa lewat penemuan jati diri, pergaulan, atau inspirasi lingkungan baru.

Aku meminta bantuan kepala sekolahku. Beliau sudah senior dan walaupun baru menjabat secara resmi Februari lalu, cukup dihormati masyarakat. Yang paling penting, bahasa Galelanya bagus. Sama dengan bahasa daerah orang tua anak-anakku. Aku masih belum menguasai bahasa ini karena bahasa ini jarang dipakai di desa. Mereka lebih senang memakai bahasa pasar. Maklum, desa Belang-Belang tidak hanya terdiri dari orang-orang Tobelo Galela. Ada juga suku Makian, Bajo, Ternate, Bacan, dan juga Bugis. Bahasa daerahnya berbeda dan karenanya mereka menggunakan bahasa pasar. Bahasa gabungan bahasa Indonesia dan bahasa daerah mereka yang mirip.

Sesudah Maghrib, sesaat sebelum timnas Indonesia bertempur dengan Turkmenistan. Aku dan Pak Kadir menyiapkan diri untuk berkeliling ke tiap anak yang tidak lanjut. Kunjungan pertama ke Rusdi. Singkat. Aku kaget. Pak Salamat, ayahnya Rusdi, langsung menyatakan kesediaannya untuk menyekolahkan anaknya. Dia bilang dia merasa tertampar dengan kegiatan babaca beberapa waktu lalu. Alhamdulillah. Masalahnya adalah biaya. Pak Salamat tadinya berencana ingin menyekolahkan anaknya tahun depan. Kepala sekolah dan aku menentang hal ini. Nanti anaknya akan kehilangan semangat. Masalah biaya ini Alhamdulillah tercover oleh biaya cadangan yang kudapatkan dari kunjungan UNAIR dan teman-temanku sebelumnya. Arfandi ternyata akan dibawa ayahnya ke Galela 3 hari lagi untuk smp di sana. Sarmila, tadinya ayahnya tidak ingin dia lanjut. Istrinya sudah meninggal dan Sarmilalah yang memasak, menyapu, mencuci, dan mengerjakan segala pekerjaan rumah tangga lainnya. Kepala Sekolahku berbicara dengan bahasa Galela yang intinya, “Ngoni mesti berkorban sedikit. Ngoni pe anak mau sekolah, tapi ngoni tara mau.” Pak Saleh luluh dan mengizinkan anaknya lanjut. Sarmila masuk SMP yang gratis di Labuha dan akan tinggal bersama saudaranya. Hanya masalah seragam dan itu bisa dicover juga oleh biaya cadangan tadi. Rugaya juga mirip, bedanya, orang tuanya khawatir dengan Rugaya yang dianggap tidak bisa menjaga diri. Tapi akhirnya, Ibu Ahmad juga mengizinkan putrinya lanjut ke SMP yang sama dengan Sarmila. Andi dan Ratna akan lanjut di SMP Bajo. Setelah Ramadhan. Pak Damra menabung dulu sebelumnya. Tinggal Hirma. Secara mengejutkan, Hirma sudah mendaftar. Sehari sebelum sekolah dimulai, ia pulang! Neneknya sakit karena kangen dengan Hirma. Hirma memilih untuk berbakti. Jujur aku masih bingung harus melakukan apa. Yang penting, aku masih tidak akan berhenti. Aku belum tahu mesti apa. Tapi saat ini, aku mencoba bersyukur karena Alhamdulillah, 5 dari 6 anakku masih mendapat kesempatan. Akan ada jalan, insyaAllah.

“Karena sesungguhnya setelah kesulitan itu ada kemudahan. Sesungguhnya, setelah kesulitan itu ada kemudahan.”- QS Al Insyirah 5-6

Categories: Indonesia Mengajar, Life

Tidak Semudah Itu (1)

Beberapa hari aku sudah mengajar sejak liburan semester. Aku menjadi wali kelas 5 dan 6. Tidak ada yang aneh dengan mengajar di kelas. Tapi ada yang berbeda ketika aku berada di luar sekolah. Ada beberapa anak muridku dulu, kelas 6 tahun ajaran 2010/2011 yang berkeliaran. Aku penasaran sekali. Beberapa waktu sebelumnya, aku pikir aku sudah mengingatkan kesemua orang tua mereka kalau mereka harus lanjut. Yang bermasalah harusnya Hirma, yang 15 lainnya menunjukkan tanda-tanda akan lanjut sekolah. Kenyataan berbeda. Satu hari, aku panggil salah satu muridku, Sarmila. Usianya 16 tahun. Dia salah satu muridku yang paling rajin. Hanya 1 kali absen selama aku mengajar dan itu karena sakit. Sisanya, dia selalu datang. Tiap hari, sehabis shift kelas 6 selesai (dia kelas pagi), dia sering datang ke sekolah dan membantuku membersihkan perpustakaan, sekedar sapu-sapu kelas, atau terkadang sampai membantuku menjagakan kelas 1 atau 2 yang aku ajar bersamaan dengan kelas 4.

Aku pernah bertanya padanya, “Mila, cita-cita ngoni apa?”

“Guru, Pak,”jawabnya. Jadi guru harus memiliki pendidikan yang cukup. Di Halmahera Selatan minimal D2. Dia tahu kalau dia mesti melanjutkan sekolah dan dia memang ingin sekali sekolah.

Tapi sekarang sudah hampir satu bulan. Kenapa dia masih berkeliaran di Belang-Belang? Desaku ini kan tidak memiliki SMP? Rugaya, Rusdi, Arfandi, Hirma, Andi, dan Ratna. Mereka juga. 7 anakku. Mereka tidak lanjut. Ya Allah, bagaimana dengan cita-cita tinggi mereka?

Aku mesti bertindak. Sebelum Juni, aku sudah memulai lobi-lobi lewat rapat dengan orang tua murid agar mereka menyekolahkan anaknya. Mereka menunjukkan kesamaan pikiran. Aku pikir itu pertanda baik. Tidak juga ternyata. Aku memutuskan harus berbicara dengan tokoh-tokoh masyarakat di desaku. Aku mendekati sekretaris desaku dan ketua komite. Tidak lupa mengompori Pak Azhar dan Kepala SD Belang-Belang, Pak Kadir. Selama ini, semua warga desa sudah terbiasa dengan yang namanya anak putus sekolah.

Di desaku, terdapat banyak sekali anak-anak usia SMP, usia SMA yang tidak jelas kerjaannya di desa. Mereka biasa bermain saja, terkadang memancing. Biasanya penyebabnya dua, kalau bukan karena orang tuanya tidak menyekolahkan (bisa karena biaya atau karena tidak mau), terkadang juga karena anaknya yang “sukarela” memberhentikan diri setelah beberapa hari sekolah. Untuk alasan yang kedua, sebabnya adalah karena mereka pada umumnya lebih tua beberapa tahun dari anak-anak SMP pada umumnya dan secara wawasan akademik, mereka masih tertinggal dari anak-anak lain. Beberapa masih sangat sulit membaca. Mereka tidak bisa disalahkan. Sudah bertahun-tahun, jumlah guru SD Inpres Belang-Belang yang hadir tidak mampu mencukupi jumlah rombongan belajar. Tidak usah kita berbicara soal kualitas pengajaran dulu. Sungguh problem pelik, anak-anak lulusan SD Inpres Belang-Belang dulunya terkenal “tua”, tidak bisa membaca, berhitung, dan menulis dengan lancar.

Aku cukup optimis dengan anak-anakku yang baru lulus itu. Mereka mungkin memang belum mencapai level optimal. Aku akui kalau fokusku yang terpecah karena memegang kelas lain, membuat pengabdianku ke mereka juga jadi sedikit berkurang. Selain itu, teknik mengajarku juga jauh dari sempurna. Tapi mereka sudah bisa membaca cukup lancar, mengerjakan soal-soal IPA dan matematika dengan percaya diri (walau masih sering salah), mereka mulai terbiasa berpidato dan berpuisi di depan kelas. Rasa-rasanya percaya diri mereka telah meningkat.

Tapi mungkin memang masalah putus sekolah itu kompleks. Ada berbagai macam masalah dan mungkin akarnya memang akar serabut. Harus persisten, harus ngotot. Begitu aku meyakinkan diriku sendiri. Aku memberanikan diriku untuk meminta waktu berbicara di depan semua masyarakat. Kebetulan, salah satu warga (yang kata warga sudah berusia lebih dari 120 tahun), baru meninggal. Biasanya, di Desa Belang-Belang, akan diadakan tahlilan (biasa disebut babaca) selama 9 hari beruntun. Aku meminta izin kepada sekretaris desa untuk diberi waktu sedikit, setelah babaca selesai untuk berbagi pikiranku. Tentu saja, sekretaris desa setuju untuk membantu.

Babaca baru saja selesai. Aku berdiri. Meminta perhatian. Sesudah mengucap salam. Aku langsung memulai berbicara panjang lebar. Aku sudah lupa urutan kalimatku. Yang aku ingat, aku emosional ketika itu. Bukan marah, tapi sedih.

“Bapak-bapak, sekarang ngoni mau protes kenapa jarang orang sini yang jadi pejabat? Mengapa di Labuha banyak sekali orang luar yang sukses buka toko? Ngoni mau marah bagaimana? Kita bukan ingin marah, tapi kita sedih, marah. Belang-Belang itu sudah kita anggap kita pe desa. Anak-anak ngoni itu so seperti kita pe anak. Kalau ngoni memang ada masalah dengan doi, kita bisa cari caranya sama-sama. Tapi kalau selain itu, kita mohon dengan ngoni untuk sekolahkan mereka. Bayangkan ngoni pe anak tidak sekolah tapi dong pe teman sekolah semua. Bayangkan 10-20 tahun lagi, dia pe teman so sukses tapi dia tetap begitu saja. Ngoni mesti kasih dia kesempatan. Jangan karena ngoni taramau berkorban sedikit, ngoni pe anak masa depannya rusak. Ngoni pe anak sekolah terus sampai kuliah, 20 tahun lagi, ngoni pe desa akan membaik. Pe rumah akan bagus. Pe anak-anak pandai dan punya penghasilan. Taracuma jadi pegawai, ada pedagang. Ngoni sakit, ngoni pe anak yang jadi dokter atau bidan. Ngoni sekarang listrik susah, sinyal susah, nanti ngoni pe anak yang pulang buat tower. Ngoni pe anak itu yang harusnya punya Halmahera Selatan. Ngoni pe anak mesti pintar, mesti sukses. Kalau ngoni pe anak jadi mengail, biarlah dong jadi orang yang bisa juga biking ikan sarden. Bukan hanya yang jual murah. Mari kitong biking Belang-Belang sukses!”

Beberapa hari kemudian. Masih belum terlihat tanda-tanda perubahan. Bagaimana ini?

Categories: Indonesia Mengajar, Life

Kabar Baik

Kabar Baik

Beberapa bulan lalu, aku menulis tentang Hirma dan suratnya. Lalu tentang Hirma yang tidak mendapat izin dari neneknya untuk sekolah. Ketika  aku cuti, aku sering menghubungi kepala sekolahku untuk membahas mengenai masalah anak-anak kelas 6 SD. Hirma ingin sekolah, setahuku begitu. Liburanku tinggal beberapa hari lagi. Saat liburan, aku dan beberapa teman menyempatkan diri untuk berbagi ceritadengan teman-teman Penyala di kantor pusat Indonesia Mengajar di Galuh 2. Kesedihan masih meliputi perasaanku. Aku meminta doa untuk anakku yang satu itu. Aku sedang malas-malasan di kamarku di Jakarta ketika sms itu masuk, bunyinya kurang lebih seperti ini,

“pak hendra, alhamdulillah hirma so daftar smp gandasuli, dia kmarin ambil ijazah dgn kita.”

Well, entah doa siapa yang ampuh, akhirnya si nenek memberikan izin. Si Hirma sudah mendaftar SMP!

Categories: Indonesia Mengajar, Life